Senin, 06 November 2017

Ibadah Dan Misi



(Dr. Albinus L. Netti)


Gereja Yesus Kristus di dalam dunia adalah suatu persekutuan beribadah yang diutus untuk bersaksi dan melayani. Dengan demikian, gereja adalah suatu persekutuan yang terbuka. Juga dengan ibadah-ibadahnya. Ibadah jemaat dengan segala unsurnya (pengakuan dosa, pemberitaan anugerah, pemberitaan firman, persembahan, dll), adalah suatu aktivitas missioner. Art Gish dalam salah satu tulisannya mengatakan bahwa Alkitab sangat menekankan kaitan erat antara ibadah dan pelayanan. Baginya, ibadah dan pelayanan adalah satu. Kita tidak dapat memisahkan aksi atau tindakan dari ibadah. Michael Perry pun menekankan hal yang sama. Bahwa ibadah mendorong kita untuk misi. Dalam ibadah, kita mendengarkan apa yang Allah mau katakan kepada kita dan adalah tugas kita memberitakannya ke luar (band Mat 10:27). Tanpa ibadah, misi kehilangan kekuatannya; tanpa Allah, ibadah tidak mempunyai kekuatan untuk menuntun kita kepada misi, sama seperti sebuah mobil (bagaimanapun baik mesinnya) tidak mempunyai kekuatan untuk berjalan tanpa bensin. Kisah Para Rasul 2:41-47, adalah contoh klasik yang memperlihatkan dengan jelas hubungan antara ibadah dengan pemberitaan (= kesaksian) dan diakonia atau dengan segala sesuatu yang dilakukan dalam kehidupan kita setiap hari (Rm 12:1; Rm 15:16,27; 2 Kor 9:12; Fip 2:17 dan Yak 1:27). Dan senada dengan itu, kita temui juga dalam Perjanjian Lama (Yes 1:11-17; 58:1-1-12; Am 5:21-24).

Jumat, 29 November 2013

IBADAH DAN TATA IBADAH DALAM PERMENUNGAN



KATA PENGANTAR

            Buku ini memuat berbagai tulisan yang saya sampaikan baik sebagai bahan kuliah, maupun sebagai bahan diskusi dalam berbagai pertemuan dalam rangka pembekalan bagi anggota-anggota majelis jemaatdi jemaat-jemaat Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Dalam buku ini juga termuat berbagai permenungan atau refleksi terhadap liturgi atau ibadah dalam praktek hidup berjemaat.

            Pemahaman para Pelayan dan anggota-anggota jemaat mengenai liturgi (teologis, historis dan pastoral) tidak sebagaimana diharapkan. Liturgi (ibadah) dilihat sebagai upacara yang terdiri dari susunan tertentu sehingga kurang terlihat pergumulan yang serius dan lebih senang berada di bawah perbudakan bentuk-bentuk liturgis (tata ibadah) warisan masa lampau.

            Dimensi oikumenis dari liturgi mengharuskan kita untuk tidak begitu saja meninggalkan warisan masa lampau yang telah menjadi berkat bagi gereja-gereja di Indonesia, tapi itu tidak boleh membuat kita untuk tidak berusaha membuat bentuk-bentuk liturgis (Tata Ibadah) baru yang relevan bagi jemaat-jemaat, lalu membiarkan anggota-anggota jemaat berpindah dari satu Jemaat ke Jemaat atau gereja yang lainnya hanya untuk menemukan bentuk liturgis atau peribadatan yang dianggapnya lebih relevan.

            Buku ini memeuat sedikit sumbangan saya bagi gereja-gereja di Indonesia dengan harapan semoga bermanfaat.




Kupang, Nopember 2013


Albinus L. Netti